Senin, 17 Oktober 2016

Transformasi Kota Sawahlunto, Dari Bekas Tambang Menjadi Kota Wisata

Kota Sawahlunto merupakan salah satu kota yang berada di provinsi Sumatera Barat. Luas wilayahnya adalah 273,45 kilometer persegi. Dari segi jumlah penduduk, kota Sawahlunto tergolong kota kecil. Populasi kota Sawahlunto tercatat 59.821 jiwa berdasarkan data kependudukan tahun 2014. Mayoritas penduduk kota Sawahlunto berasal dari suku Minangkau dan Jawa. Terdapat juga komunitas-komunitas dari suku lain dalam jumlah kecil seperti suku Batak, Sunda, Bugis dan Tionghoa.

Di era kolonial Belanda, kota Sawahlunto sempat berjaya sebagai salah satu penghasil batubara di Indonesia. Cikal bakal Sawahlunto dijadikan sebuah kota juga berkat adanya penemuan tambang batubara di sana. Kota Sawahlunto mulai memproduksi batubara pada tahun 1889. Salah satu infrastruktur besar yang dibangun Belanda untuk mendukung aktivitas tambang batubara di kota Sawahlunto adalah membangun jalur kereta api yang menghubungkan kota Sawahlunto dengan kota Padang. Jalur kereta api tersebut selesai dibangun hingga kota Sawahlunto pada tahun 1894. Sejak angkutan kereta api dioperasikan, produksi Batubara di kota Sawahlunto terus meningkat hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun. Sayangnya saat ini jalur kereta api Padang-Sawahlunto sudah banyak yang tidak aktif lagi. Rencananya pemerintah akan menghidupkan kembali jalur kereta api Padang-Sawahlunto sebagai salah bagian dari jalur kereta api trans Sumatera yang kelak akan menghubungkan kota Padang hingga kota Pekanbaru.

Sawahlunto tempo dulu (foto : pasbana.com)

Kejayaan kota Sawahlunto sebagai kota tambang akhirnya lenyap pasca habisnya produksi batubara di kota tersebut pada tahun 1998. PT Bukit Asam selaku pengelola tambang batubara di kota Sawahlunto menghentikan segala aktivitas pertambangannya di sana. Hal tersebut memicu arus manusia yang berbondong-bondong meninggalkan kota Sawahlunto. Sepanjang tahun 2002-2005, tercatat 8000 orang meninggalkan kota Sawahlunto. Angka kemiskinan di sana melonjak hingga 20% dan pertumbuhan ekonomi -6,7 persen.

Dengan menurunnya tingkat perekonomian kota Sawahlunto dan ramainya penduduk yang meninggalkan kota tersebut, kota Sawahlunto sempat dijuluki sebagai kota hantu. Namun pemerintah kota Sawahlunto tidak tinggal diam melihat kondisi miris yang dialami kotanya. Berbagai upaya dilakukan untuk menghidupkan kembali perekonomian kota Sawahlunto. Salah satunya adalah menggenjot sektor pariwisata.

Pemandangan kota Sawahlunto dari udara (foto : aktual.com)

Salah satu upaya pemerintah kota Sawahlunto untuk meningkatkan sektor pariwisata kota Sawahlunto adalah memanfaatkan bekas-bekas peninggalan Belanda sebagai destinasi wisata. Salah satunya adalah gedung Gluck Auf yang dijadikan sebagai Gedung Pusat kebudayaan Sawahlunto. Dulunya gedung ini merupakan sebuah gedung pertemuan. Selain itu ada juga bekas kantor pusat PT Bukit Asam yang dibangun pada tahun 1916 yang  telah menjadi salah satu ikon Sawahlunto. Dapur umum yang dijadikan tempat memproduksi makanan bagi pekerja paksa dan stasiun kereta tempat aktivitas pengangkutan batubara juga tidak luput dijadikan sebagai destinasi wisata. Kedua bangunan tersebut dijadikan sebagai museum yang masing-masing bernama Museum Gudang Ransum dan Museum Kereta Api Sawahlunto. Sedangkan bangunan pusat pembangkit listik yang didirikan pada tahun 1894, dijadikan sebagai bangunan masjid dengan nama Masjid Agung Nurul Islam. Masjid ini memiliki menara yang tingginya mencapai 80 meter. Menara tersebut juga bekas peninggalan Belanda. Ada juga bangunan Silo yang berdiri megah di pusat kota Sawahlunto. Silo ini merupakan tempat penimpunan batubara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke pelabuhan Teluk Bayur, Padang.


Kantor PT Bukit Asam Sawahlunto
Kantor PT Bukit Asam Sawahlunto (foto : ptba.co.id)

Objek wisata yang menjadi unggulan kota Sawahlunto adalah atraksi aktivitas tambang, dimana pengunjung dapat melakukan napak tilas pada areal bekas penampangan batubara. Objek wisata ini diberi nama Lubang Suro yang diambil dari nama seorang mandor pekerja paksa, Mbah Suro. Tidak jauh dari Lubang Suro, didirikan gedung info box yang menyediakan berbagai informasi tentang sejarah pertambangan batubara di kota Sawahlunto.

Kota Sawahlunto juga memiliki beberapa objek wisata lainnya. Diantaranya adalah kebun binatang yang memiliki luas sekitar 40 hektar dan Resort Wisata Kandi dengan luas 393,4 hektar. Sawahlunto juga memiliki tiga danau yang terbentuk dari bekas galian penambangan batubara. yaitu Danau Kandi, Danau Tanah Hitam, dan Danau Tandikek. Selain itu di kota Sawahlunto juga terdapat waterboom yang dikenal dengan nama Waterboom Sawahlunto.

Berkat perhatiannya terhadap bangunan-bangunan cagar budaya peninggalan Belanda, kota Sawahlunto mendapat penghargaan Real Wonder of World 2015 dari Kementrian Pariwisata sebagai destinasi wisata heritage. Selain mengandalkan destinasi wisata haritage, kota Sawahlunto juga gencar melakukan aneka pergelaran budaya untuk mendatangkan wisatawan. Salah satunya adalah Sawahlunto International Songket Carnival yang menghadirkan aneka kreasi dari songket Silungkang. Songket silungkang sendiri merupakan songket asli kota Sawahulunto. Selain itu ada juga Festival Wayang Nusantara yang menampilkan pertunjukan aneka wayang asli Indonesia.

Sawahlunto International Songkat Carnival (foto : rayapos.com)

Meningkatnya sektor pariwisata juga berimbas langsung terhadap perekonomian kota Sawahlunto. Saat ini kota Sawahlunto merupakan kota dengan penduduk miskin terendah kedua di Indonesia setelah kota Denpasar, Bali. Selain itu kota Sawahlunto saat ini telah menjadi kota dengan pendapatan per kapita tertinggi kedua di provinsi Sumatera Barat.

0 komentar:

Posting Komentar