Sabtu, 06 Mei 2017

Haruskah Ibukota Indonesia Pindah?

Saat ini kembali mencuat wacana untuk melakukan pemindahan Ibukota Negara Indonesia. Berbagai permasalahakan yang terdapat di  Kota Jakarta selaku Ibukota Negara Indonesia dianggap telah menjadikan kota ini tidak layak menjadi ibukota negara. Apalagi penduduk Kota Jakarta sudah terlanjur padat sehingga sangat sulit untuk ditata. Kondisi Jakarta yang seperti itu tidak terlepas dari kesalahan yang dilakukan Pemerintah Indonesia selama-lama berpuluh-puluh tahun. Sebagai sebuah negara kesatuan, Indonesia menjadikan Jakarta sebagai pusat segala-galanya. Akibat kesalahan tersebut, pembangunan Indonesia jadinya hanya terpusat di Kota Jakarta dan Pulau Jawa pada umumnya.

Ada dua alasan utama mengapa ibukota Indonesia harus pindah, yaitu pemerataan pembangunan dan mengurai kepadatan Kota Jakarta. Kota Palangkaraya disebut-sebut menjadi kandidat utama calon ibukota baru Indonesia. Berbagai langkah konkritpun juga mulai dilakukan. Salah satunya adalah seperti yang dilakukan pemerintah Kalimantan Tengah yang telah menyiapkan lahan seluas 500 ribu hektar untuk lokasi calon ibukota baru Indonesia. Sementara Pemerintah Indonesia melalui Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) mulai mengkaji rencana pemindahan ibukota Indonesia tersebut. Menurut pihak Bappenas, kajian tentang pemindahan Ibukota Negara Indonesia akan rampung pada bulan Agustus 2017.

Palangkaraya, kandidat terkuat calon ibukota baru Indonesia (Foto : Okezone.com)

Namun apakah pemindahan ibukota negara benar-benar solusi terbaik bagi Indonesia? Ada sumber yang menyebutkan bahwa pemindahan Ibukota Negara Indonesia sekurang-kurangnya membutuhkan anggaran sekitar 100 triliun rupiah. Angka yang sangat fantastis tentunya. Kalau alasannya untuk pemerataan pembangunan, bukankah lebih baik anggaran sebesar itu dimanfaatkan untuk melahirkan pusat-pusat perekonomian baru? Indonesia memiliki sejumlah kota besar di luar Pulau Jawa yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat-pusat perekonomian baru untuk alternatif Jakarta. Contohnya Kota Medan di Pulau Sumatera dan Kota Makassar di Pulau Sulawesi. Kedua kota ini sudah masuk dalam kategori kota metropolitan. Jadi anggaran yang besar tadi bisa dimanfaatkan untuk menggenjot pembangunan di Kota Medan ataupun Makassar agar perkembangannya bisa mendekati Kota Jakarta.

Sementara bila alasannya adalah untuk mengurai kepadatan Kota Jakarta, masih ada pilihan selain melakukan pemindahan ibukota negara. Caranya adalah dengan melakukan pemindahan pusat pemerintahan. Jadi, Jakarta tetap berstatus ibukota negara namun pusat pemerintahannya berada di luar Jakarta. Tentunya pusat pemerintahan tersebut berada di daerah yang masih relatif dekat dengan Kota Jakarta agar konektivitasnya masih dapat berjalan lancar. Salah satu negara yang menerapkan sistem seperti ini adalah negara tetangga kita Malaysia. Malaysia tetap menjadikan Kuala Lumpur sebagai ibukota negara namun pusat pemerintahan negaranya berada di Kota Putrajaya. Jadi, kepadatan Kota Kuala Lumpur bisa sedikit dikurangi dan Malaysia juga dapat mendirikan sebuah pusat pemerintahan yang tertata dengan baik. Ide seperti ini pernah muncul di masa pemerintahan presiden Soeharto. Saat itu pusat pemerintahan negara direncakan akan dipindahkan ke Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasinya berada sekitar 40 km dari Kota Jakarta.

Kota Putrajaya di Malaysia (Foto : Marinaputrajaya.com)

Memang harus diakui ada niat baik dibalik rencana pemindahan Ibukota Negara Indonesia. Namun kalau alasan untuk melakukan pemerataan pembangunan dan mengurai kepadatan Kota Jakarta, tidak harus dengan melakukan pemindahan ibukota segala. Daripada membangun sebuah ibukota negara yang baru, lebih baik membangun pusat-pusat perekonomian baru sehingga tidak semuanya harus terpusat di Kota Jakarta. Apalagi akan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk membangun sebuah ibukota negara yang baru.

1 komentar: