Kamis, 25 Mei 2017

Kisah Kota Palangkaraya yang Hampir Menjadi Ibukota Indonesia

Kota Palangraya pasti sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Setiap kali ada wacana pemindahan Ibukota Indonesia, kota ini pasti sering kali disebut pakai calon utama pegganti Kota Jakarta sebagai Ibukota Indonesia. Hal tersebut sebenarnya bukan tanpa alasan. Di masa pemerintah Presiden Soekarno, Kota Palangkaraya memang akan dijadikan sebagai ibukota baru Indonesia pengganti Kota Jakarta. Bahkan bukan cuma sebatas wacana, namun berbagai langkah konkritpun telah dilakukan.

Kota Palangkaraya (Foto : Skyscrapercity.com)

Pemerintahan Soekarno telah meyakini bahwa di masa depan akan terjadi lonjakan penduduk yang tak terkendali di Pulau Jawa, sehingga akhirnya memunculkan wacana untuk memindahkan ibukota Indonesia ke luar Pulau Jawa. Ada beberapa alasan mengapa Kota Palangkaraya dipilih sebagai ibukota baru Indonesia. Kota ini berada di tengah Pulau Kalimantan yang merupakan pulau terbesar di Indonesia. Selain itu, Kota Palangkaraya juga memiliki potensi dari Sungai Kahayan, layaknya seperti Sungai Ciliwung yang membelah Kota Jakarta. Soekarno telah menetapkan larangan membangun pemukiman di sekitar Sungai Kahayan. Soekarno berharap hanya taman-taman saja yang boleh dibangun di Sungai Kahayan, sehingga akan menyuguhkan pemandangan yang indah bagi orang-orang yang melewatinya. Selain untuk menunjang pariwisata, tata Kota Palangkaraya memang direncakan akan memadukan transportasi darat dan sungai.

Ayunan kapak Presiden Soekarno pada sebilah kayu di Pahandut, Kampung Dayak, di jantung Kalimantan menandai awal pembangunan Kota Palangkaraya. Peristiwa itu terjadi pada 17 Juli 1957. Sebagai sebuah kota yang baru dibangun, konsep Kota Palangkaraya dirancang secara matang. Ada pengelompokan zona yang memisahkan pusat pemerintahan, komersial dan pemukiman. Sebuah jalan daratpun juga dibangun yang menghubungkan Pusat Kota Palangkarya menuju ke arah Sampit. Jalan tersebut yang saat ini dikenal dengan sebutan Jalan Rusia. Saat ini kondisi jalan tersebut masih mulus meski telah berumur puluhan tahun.

Jalan Rusia ini dirancang oleh insinyur-insinyur yang didatangkan dari Rusia. Itu sebabnya mengapa jalan tersebut diberi nama Jalan Rusia. Pembangunan jalan ini dengan cara mengeruk lahan gambut kemudian diisi dengan batu, pasir dan tanah padat. Itulah sebabnya mengapa Jalan Rusia ini bisa bertahan sangat lama. Rencananya jalan ini akan dibangun sepanjang 175 km yang menghubungkan Parenggean, Sampit dan Pelabuhan Pangkalan Bun. Namun hanya sekitar 34 km pondasi Jalan Rusia yang selesai dibangun. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang memicu pergantian kekuasaan di Indonesia membuat proyek ini terhenti. Pergantian kekuasaan membuat orang-orang Rusia bergegas meninggalkan Indonesia. Bahkan orang-orang Indonesia yang terlibat pada pembangunan Jalan Rusia ini menyembunyikan jati diri karena rasa takut terhadap pemerintah yang baru. Maklum, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto sangat anti dengan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan Orde Lama.

Cita-cita Soekarno yang ingin memiliki ibukota baru menjadi pupus karena runtuhnya rezim yang dia pimpin. Seandainya Rezim Soekarno bisa bertahan lebih lama, tentu saat ini Palangkaraya telah menjadi Ibukota Indonesia. Pembangunan Indonesia juga tidak hanya terpusat di Pulau Jawa seperti yang terjadi sekarang ini.

0 komentar:

Posting Komentar