Senin, 20 Maret 2017

Semarang, Kota Pertama yang Memiliki Rel KA di Indonesia

Keberadaan rel kereta api memiliki sejarah yang cukup panjang di Indonesia. Ide tentang pembangunan rel kereta api sudah muncul ketika diterapkan sistem tanam paksa oleh kolonial Belanda pada tahun 1825-1830. Ide tersebut muncul dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari sistem tanam paksa yang diterapkan Belanda. Salah satu alasannya adalah karena tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya pada masa itu. Untuk pertama kali, proposal tentang pembangunan rel kereta api di Hindia Belanda dilakukan pada tahun 1940 oleh Kolonel J.H.R. Van der Wijck.

Rel kereta api pertama di Indonesia mulai dibangun pada tahun 1864. Pembangunannya diprakarsai oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Sementara pencangkulan pertamanya dilakukan di Desa Kemijen oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda,  Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Rel yang pertama kali dibangun di Indonesia tersebut memiliki rute Semarang-Tanggung dengan panjang 26 km. Tujuan dibangunnya rel tersebut adalah untuk keperluan militer serta mengangkut hasil bumi ke Gudang Semarang. Menariknya, Indonesia memiliki rel pertama dengan lebar 1435 mm. Padahal untuk saat ini, lebar rel yang umum digunakan di Indonesia adalah 1067 mm. Bermula dari kesuksesan rel Semarang-Tanggung inilah akhirnya Belanda melakukan pembangun jalur rel lainnya di Indonesia, bahkan hingga luar Pulau Jawa.

Rel Semarang-Tanggung mulai dibuka untuk umum pada 10 Agustus 1867. Ini berarti sudah hampir 150 tahun Kota Semarang memiliki rel yang aktif beroperasi. Usia yang tentunya sudah sangat tua. Bahkan sangking tuanya, jejak-jejak peninggalan stasiun tertua di kota ini yang juga sekaligus stasiun tertua di Indonesia sempat sulit dilacak keberadaannya. Stasiun tersebut dikenal dengan nama Stasiun Semarang NIS.

Stasiun Semarang NIS

Setelah sekian puluh tahun para peneliti mencari tahu keberadaannya, barulah sekitar tahun 2009 Stasiun Semarang NIS ditemukan. Ternyata stasiun ini tidak benar-benar lenyap meski sulit dilacak keberadaannya. Stasiun ini berevolusi menjadi rumah-rumah petak dan telah banyak komponen stasiun yang hilang. Hanya sebagian kecil komponen stasiun yang tersisa, itupun butuh kejelian untuk melihatnya.

Kondisi Stasiun Semarang NIS saat ini

Bagian dari Stasiun Semarang NIS yang masih tersisa antara lain bekas atap peron yang ditandai dengan besi-besi yang melengkung, bekas ventilasi udara berbentuk bulat besar, kayu-kayu kaso yang besar, dan dinding batu bata yang tebal. Selebihnya tidak ada yang tersisa dari Stasiun Semarang NIS. Bahkan rel yang menghubungkan Semarang-Tanggung sepanjang 26 km juga sudah luput keberadaannya. Ternyata sudah semenjak lama bangunan ini beralih fungsi menjadi rumah. Bahkan orang-orang yang tinggal di sana juga sepertinya tidak tahu bahwa lokasi yang mereka tinggali dulunya merupakan sebuah stasiun.

Kalau diperhatikan, tinggi rumah-rumah bekas Stasiun Semarang NIS ini hanya sekitar 2 m. Padahal berdasarkan bukti gambar-gambar lama yang ada, tinggi Stasiun Semarang NIS diperkirakan mencapai 5 m. Ternyata hal tersebut disebabkan oleh banjir dan penurunan muka tanah yang terjadi di sana. Masyarakatpun harus menguruk tanah agar tetap bisa tinggal di sana.


Referensi :

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perkeretaapian_di_Indonesia
  • http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150617091424-92-60486/melacak-misteri-stasiun-kereta-api-terkuno-di-indonesia/

1 komentar: